among us

Wednesday 30 January 2013

Drama Pembelian Tiket

29 Jan 2013 , 12.25 WIB

Berhubung bingung mau ngapain, akhirnya kepikiran buat browsing aja. Dan secara iseng juga, kepikiran buka situs penerbangan AirAsia, mana tau kan ada promo. Akhirnya, buka laptop, nyalain laptop, pasang modem, connect modem ke jaringan dan....... jreengg.....masuklah ke dunia maya (bukan dunia gaib lho......).

29 Jan 2013, 12.30 WIB

Setelah mengetik (bukan menulis ya, saudara-saudara....soalnya gak pake pena atau pensil) alamat situs dari sang penerbangan tersebut. Terpampanglah hal yang indah dan menarik di mata. Ada promo! (sekali lagi, Ada Promo !!!) tiket ke berbagai jurusan. Setelah lihat-lihat dan mencocokkan dengan jadwal kesibukan (yang ini bohong......) dan juga isi dompet (nah, yang ini benar.....), akhirnya dipilihlah penerbangan MES-PEN-MES pada April 2013.

29 Jan 2013, 12.43 WIB

Niat awalnya pengen pesan lewat online aja, pakai kartu kredit. Baru sadar, mahasiswa beginian mana punya kartu kredit ? (dzzziiiiggg......menusuk hati pernyataan ini) akhirnya telepon dulu ke pihak AirAsia buat menanyakan perihal tersebut (perihal apa, coy?), eh iya....maksudnya soal kebolehan pakai kartu kredit orang lain buat beli tiket. Pas mau nelepon....eh, baru ketauan si mbak-mbak malah jawab, " Sisa pulsa Anda tidak mencukupi untuk melakukan pang...."(langsung ditutup, maaf ya mbak-mbak pemberitahu pulsa....>_< ).

29 Jan 2013, 13.15 WIB

Setelah beli pulsa, dan mendapat konfirmasi kalau diperbolehkan pakai kartu kredit, akhirnya telepon tante lagi buat minta nomor kartu kredit. Tapi pas beliau tanya, "Aman nggak kalau pakai kartu kredit di internet?" langsung surut dan ciut nyali. "Emm...kalau gitu pinjam kartu kreditnya tante gimana? " lantas dijawab, "Mana bisa, kan mesti pake tanda tangan" (jderrrr.....nah lho....). Setelah berpikir sejenak dengan akal yang rasional dan sehat (ce ile....gak sehat berarti gila dong....), akhirnya diputuskan untuk beli tiket di kounternya.


29 Jan 2013, 14.15 WIB

Singkat cerita, tibalah di kounter. Dengan penuh percaya diri, langsung bilang ke penjual tiketnya, "Mas, mau pesan tiket ke PEN yang promo di bulan April (promonya ini yang penting...) tanggal berapa aja?" akhirnya si mas penjual menyebutkan beberapa tanggal. Selesai milih tanggal, si mas penjual bilang "Boleh pinjam paspor nya mas? " dan diketiklah biodata pemesanan sesuai paspor. Ketik segala info yang perlu, lantas saya  pun pergi ke ATM buat ambil duit. Nah.... di sini kejadian horornya.....




29 Jan 2013, 14.30 WIB

Pergilah saya ke ATM, mengantre dengan baik dan bijaksana (abaikan ini.....) dan kemudian, saat tiba giliran saya, dengan percaya diri saya masukkan kartu dan mulai pencet nomor PIN. Iseng-iseng, saya cek saldo dan ternyata......DUITNYA BELUM MASUK !!! (catatan : ini duit bulanan yang dikirim ortu mestinya udah sampai sehari sebelumnya....). Ya Tuhan....gimana ini??? Kalut dan bingung, tapi sebagai orang yang bijaksana (masih aja muji diri di saat genting begini.....) saya coba untuk tenang. Telepon tante, buat pinjam duit, kata beliau "Waduh, nggak ada kalau hari ini....besok aja". Mampus dah. Mau bayar pakai apa ini? Mana tiket udah dipesan duluan? (Moral of the story : kalau mau pesan tiket, pastikan Anda sudah punya uangnya lebih dahulu, atau cek kalau uang Anda sudah ada dan cukup.)


29 Jan 2013, 14.45 WIB

Balik ke kounternya. Dengan perasaan malu, bilang ke mas penjualnya, "Eeee, mas, beli tiketnya bentar aja yah, duit saya lagi mau ditransfer" dan si mas jawab "Oh ya, gak apa-apa, kami tunggu" mungkin dalam hati  si mas, " Kurang ajar ni orang, lagaknya mau beli tiket, tapi duitnya gak ada, dasar kere!". Dengan penuh kebingungan, berusaha menelepon orang tua. Orang tua bilang duitnya udah dikirim kemarin, tapi saya dengan cepat menyanggah, dengan bukti empiris yang nyata, melalui angka yang tertera di layar ATM (serasa baca jurnal...-_-' ) bahwa duitnya belum masuk. Usut punya usut, ternyata Ayah pilih untuk pencet tombol 'Tidak' saat si ATM dengan lembut menanyakan "Apakah Anda yakin akan mentransfer ke rekening ini? " (Hadooh...dzziigg....#kacaubalau #campuradukperasaan). Dan Ibu bilang, "Bentar lagi dikirim, ini baru pulang ngajar". Oke....H2C alias harap-harap cemas dimulai....


29 Jan 2013, 15.05 WIB- 15.45 WIB

Ini betul-betul 45 menit yang laamaaa (literally, laaamaaaa.....)buat saya. Sambil mondar-mandir di depan kounter, buka tutup browser di hape, dan entah apa lagi, pokoknya saya berusaha menyibukkan diri menunggu ditransfer itu duit. Di masa ini, ada ibu-ibu yang komplain ke AirAsia karena pembelian tiketnya ternyata tidak berhasil, padahal sudah ada pembayaran melalui kartu kredit. Dalam hati saya, " Ayo bu, lama-lama aja....biar si mas-mas penjual ada kerjaan selain nungguin saya ini...", eh, ternyata urusan si ibu selesai dalam 20 menit. (Entah ini profesionalisme, yang jelas hal ini bukan yang saya harapkan....). Bolak-balik telepon sama Ibu setiap 15 menit, dan masih belum dikirim, karena baru mau jalan. Akhirnya, di menit ke 45 dari jam 15, secercah harapan muncul, "Duitnya udah ditransfer, coba cek di ATM". OK, tanpa basa-basi, langsung ke ATM.

29 Jan 2013, 15.50 WIB

Setelah berjalan beberapa saat dan antre lagi, akhirnya tiba lagi giliran saya buat cek kebenaran tadi. Masukkan kartu, pencet nomor PIN, cek saldo, dan....jrrreeennggg....SALDO MASIH SAMA!!! (Ya Allah...ujiannya masih belum selesai ternyata....>_< ). Ckck...dengan segera, saya keluar dari antrean, dan nelepon lagi "Duitnya belum masuk...." dan ibu jawab "Masa' iya? tadi memang ada perbaikan ATM dan kerusakan jaringan sih, katanya...ini coba ditransfer lagi". Akhirnya, saya balik lagi ke antrean buat ke-3 kalinya dan menunggu. Lima menit kemudian, tepat saat saya di depan ATM, ibu mengonfirmasi transferan. Gak mau ketipu si ATM dan jaringan lagi, saya sengaja tahan telepon sampai bukti nyata terpampang. Masukkan kartu ATM lagi, pencet PIN dan cek saldo. Inilah saat pembuktian, saudara-saudara!.....dan.....horreee!!! akhirnya masuk. Saya bilang ke ibu uangnya udah masuk dan kemudian salam, lalu tutup telepon. Antiklimaks deh.....


29 Jan 2013, 16.15 WIB

Setelah drama tadi, singkat cerita akhirnya terbeli juga tiket pesawat ke PEN tadi di bulan April. Gak perlu pake pesan makan, ambil nomor tempat duduk maupun bagasi, bahkan gak ambil asuransi (pokoknya, tawakal aja deh selama perjalanan....semoga Allah SWT melindungi saya nanti...). Dengan penuh rasa syukur, suka cita dan kemeriahan hati (ini yang nggak penting...abaikan...) akhirnya pulang dengan indahnya, diiringi sambutan alam berupa hujan yang turun rintik-rintik......tinggal buat itinerary dan kalkulasi biaya, semoga semuanya berjalan mulus...Aamiin...

N.B. : Kejadian di atas benar, dan bukan untuk ditiru.....(Ya iyalah.....Siapa yang mau niru? )...kecuali Anda suka menantang diri dan memacu adrenalin dengan melakukan hal demikian (gak pentiingg....).

Monday 28 January 2013

Admirable Jakarta

Hari 1

Kadar Kekaguman : 100% pol (kalo bisa luber, luber deh...)

Sebagai orang yang baru pertama kali lihat Jakarta, dan baru pertama kali tiba di Jakarta, pada tahun 2008 tersebut adalah momen yang bahagia, lebih bahagia daripada momen pembagian rapor tiap semester. Jakarta yang selama ini cuma diliat di TV, sekarang ada di pandangan mata langsung! Kepergian ini atas dasar pendidikan, saudara-saudara! Saya akan kuliah di Bekasi saat itu. Saat mendarat pertama di CGK alias bandara Cengkareng alias bandara Internasional Soekarno-Hatta alias bandara Soetta (ya elah...banyak amat aliasnya..-_-" ) langsung deh...terpukau! Maklum, bandara Polonia Medan kan, ya...begitu lah...(speechless mendeskripsikannya...) dibanding bandara Soetta yang mewah ( yang kemudian, predikat bandara terkeren ini gugur setelah mengunjungi Bandara Sultan Hasanuddin di UPG ) membuat saya pangling. Luas kali ! (ekspresi Medannya keluar...) dan keren dah, pokoknya...

Patung Pancoran, salah satu patung yang bikin saya kagum sama Jakarta.
Setelah ditunggu tante yang memang nungguin dari jam 16, dan pesawat kami delayed dari jam 14.00 ke jam 15.45 (terima kasih, AirAsia...#jedotinkepala ) akhirnya pesawat tiba dengan selamat jam 17.45 dan dengan bangganya kru pesawat AirAsia menyatakan perjalanan kami lebih cepat 10 menit dari jadwal perjalanan yang 2 jam 10 menit (....gue harus bilang horeee!! gitu?...please deh, kita udah nungguin sampe laper tadi...). Keluar dari pesawat, liat koordinat bandara yang gede dipasang di bandara, jalan ke bandara, ambil bagasi dan ketemu tante yang tadi nungguin. Kemudian : stop bus Damri (lagi-lagi masih euforia, kagum liat bus yang bersih begitu...soalnya di Medan kan...busnya gitu deh...).

Persis udik, walaupun bertahun-tahun tinggal di kota Medan METROPOLITAN, tetap aja ngeliat kendaraan yang naik turun flyover, gedung-gedung tinggi pencakar langit (untung gak robek langitnya...nge-cat langit kan susah...), macetnya Jakarta (yang kemudian hari jadi santapan jiwa sehari-hari) adalah pemandangan yang langka, saat itu. Walaupun, saya tinggal di Bekasi.

Hari 10

Kadar Kekaguman : 90 % (udah berkurang, soalnya liat macet yang semerawut)


Sebagai petualang, naluri observasi muncul di hari-hari pertama saya. Ini penting, soalnya kalau saya nggak tau jalan, bisa-bisa kesasar ntah kemana-mana dan dibohongin orang, atau paling parah diculik, disiksa, dibunuh, dimutilasi! ( horor amat khayalannya...-_- ). Yang jelas, saya mulai sengaja naik angkot, sampai mentok di ujungnya dan kesasar hanya supaya tau jalan. Saya bela-belain pasang mata buat liat pemandangan sekeliling, biar tau penanda tertentu dari jalan, entah gedung, entah rambu lalu lintas dan berusaha untuk tidak ketiduran di angkot (soalnya, biasanya kalau naik angkot lebih dari 30 menit suka ngantuk..hehe..). Dari sini saya belajar satu hal perbandingan : kalau di Medan, rute PP angkot melewati jalan dan rute yang sama, di Bekasi (dan Jakarta) hal itu belum tentu. Jadi, jurus yang paling aman adalah : walaupun tujuan kita udah jelas-jelas ditempel di stiker rute kaca depan angkot, tetap tanya supir/kondektur nya.

Hari 100

Kadar Kekaguman : 75% (terkikis karena bosen dan lama di jalan, dan lain-lain hal)


Di 100 hari pertama ini (kayak Gubernur aja...) beberapa tempat wisata di Jakarta sudah saya kunjungi. Ke TMII dan Lubang Buaya, karena kebetulan ada tante yang tinggal dekat situ. Rasa kagok dan takut naik turun bus masih ada, tapi sudah jauh berkurang. Mulai berani eksplorasi tempat-tempat "khas" Jakarta. Well, akhirnya keluarlah postulat dan hukum Safwan I soal Jakarta : Jakarta cocok untuk tempat hiburan, tapi nggak cocok untuk tempat tinggal (tanpa bermaksud menyinggung warga Jakarte, pis, ane damai kok bang...)

Hari 500

Kadar Kekaguman : 40% (udah nge-drop parah...tinggal kagum karena ada Istana aja)


Yups, karena ada Istana aja. Kebetulan, waktu itu ada teman yang ngajak buat ikut tur masuk ke Istana karena katanya setiap hari Sabtu dan Minggu, Istana dibuka untuk umum. Kunjungan pertama gagal, soalnya kita nggak tau kalau mesti pakai kemeja dan celana kain (dan kita pakai kaos/T-shirt dan jeans) dan dilarang masuk. Dengan berat hati, akhirnya kami pergi makan siang di penjaja ketoprak pinggir jalan di seberang Istana (ckck...apa-apaan ini ya...nggak nyambung..-_-' ) sembari menyusun rencana lagi untuk masuk Istana.  Dua minggu kemudian, akhirnya kami berhasil lolos dan membobol (kayak maling...) masuk ke Istana.

Tiap orang dikelompokkan menjadi grup-grup tertentu, dimulai dari pemaparan dan penjelasan sejarah Istana Merdeka dan Istana Negara yang bikin ngantuk, keliling istana Merdeka (padahal udah dibilang jangan injak karpet, eh...kita malah sengaja injak karpet "kenegaraan"....jangan ditiru ya...), liat patung-patung telanjang ( I mean it...bener telanjang! ) dan foto-foto di depan Istana Merdeka.

Hari 1000

Kadar Kekaguman : 20% (udah liat semua wajah Jakarta, jadi udah biasa aja)

Hampir menjelang berakhirnya studi saya di Bekasi, kekaguman terhadap Jakarta udah surut. Tinggal kagum karena Jakarta ibukota negara aja. Nggak lebih. Semua udah saya rasakan : macet, kawasan kumuh, kawasan red light, kawasan agamis, banjir, desak-desakan di bus, nungguin TransJ sampe kaki gempor di halte Harmoni (2 jam coy! nungguin bis...), ke tempat wisata, nyebrangin Ciliwung naik getek, ke JCC tiap pameran buat nyari suvenir gratis, makan di tempat yang enak sampai yang nggak enak (dan mahal pula...), jalan kaki malam-malam kayak gelandangan karena salah naik bis, naik KRL (belum ada Commuter Line) dengan segala isi gerbong kereta yang unik, ke Bantargebang (lah...), dan lain-lain, dan sebagainya, dan seterusnya. 

Bagaimanapun, tetap tiap kota yang ada adalah unik. Jakarta juga sih, unik banget-banget malah. Nah, buat yang pengen banget ke Jakarta dan tinggal di Jakarta siapkan uang, mental dan kesabaran Anda. Ingat hukum Safwan I : Jakarta cocok untuk tempat hiburan, tapi nggak cocok untuk tempat tinggal.

Wassalam...