among us

Tuesday 30 June 2015

Bromo Tengger Semeru (2)

Jam 3 pagi, saya dibangunkan pemilik homestay yang katanya bersiap-siap buat dijemput mobil ke Penanjakan 1. Ternyata, suasana saat itu sudah rame baik oleh kita yang di rumah maupun turis lain yang ada di luar menunggu mobil. Kabut masih tebal sekali dan suhu jangan ditanya dinginnya. Satu set jaket dengan sarung tangan plus kupluk jadi penghangat badan, kecuali bagian muka yang tetap terpapar dinginnya suhu, apalagi ujung hidung.

Sampai setengah jam kemudian, kita masih menunggu mobil. Saya gak berani minum banyak , seperti rutinitas biasanya karena takut gak ada toilet. Belakangan, saya akhirnya ketemu juga toilet di kawasan Lautan Pasir tempat parkir mobil 4wd. Saya juga bawa biskuit 2 bungkus kecil buat pengganjal perut sementara. Empat puluh lima menit kemudian, datanglah mobil kami dengan sudah ada 2 penumpang di depan, dan kemudian kita menjemput 2 orang lagi. Total semuanya 6 orang yang akan melihat matahari terbit.

Setelah bertarung mempertahankan posisi duduk di tengah guncangan mobil selama satu jam, plus menahan rasa kantuk yang mendera, sampailah kita di kaki bukit (atau gunung?) Penanjakan 1. Untunglah, mobil kita parkir cukup dekat ke puncak, jadi gak perlu ambil ojek buat ke atas. Jalan kaki 10 menit, ternyata manusia segala ras sudah menunggu buat momen melihat matahari terbit. Sebelumnya, saya shalat di mushalla darurat di sebelah pondok pemantauan di Penanjakan. Saya usahakan berwudhu, walau dengan air yang dingin. Sebagian orang tua malah ambil tayamum, gak kuat dengan dinginnya air.

Pukul 05.30 WIB, pemandangan yang ditunggu pun tiba. Subhanallah, kali ini memang salah satu momen paling indah yang pernah saya saksikan. Dengan matahari terbit di sebelah kiri, pemandangan Gunung Batok, Bromo dan Semeru di depan saya, arah selatan dari pondok pemantauan. Lukisan alam yang indah, tak terlukiskan dengan kata-kata. Dengan Gunung Bromo yang mengeluarkan asap dan kabut di bawahnya menutupi seluruh area Lautan Pasir dan Cemoro Lawang. Sungguh Indah !

Sunrise View


Pukul 05.45 kita berangkat ke Gunung Bromo. Dari area parkir mobil ke puncak kawah Bromo ada dua pilihan : naik kuda dengan tarif yang makin turun jika semakin dekat dengan kawah, atau berusaha dengan kaki sendiri. Sebagai petualang sejati dan gak punya duit banyak (hehe...) saya pilih yang kedua. Jalan kaki dari parkir ke kaki gunung sebelum tangga sudah 20 menit, plus 15 menit naik tangga yang kata orang nggak sama jumlahnya. Saya? Boro-boro ngitung jumlah anak tangga, saya malah sesak napas buat naik dan berhenti di "pit stop" yang ada 3 menuju puncak. Waktu turun, saya malah fokus buat foto-foto. Jadi, kesimpulannya, saya gak tau persis berapa jumlah anak tangga ke Puncak Bromo.

Gunung Batok, Bromo dan Semeru


Singkat cerita, kemudian kami ke Bukit Teletubbies dan kawasan banyak ilalang. Pukul 09.30 kita kembali ke Cemoro Lawang. Saya kembali ambil bison ke terminal Probolinggo, untuk naik bus ke Surabaya. Kereta api dari Stasiun Pasar Turi berangkat pukul 21.00.Berakhirlah secara resmi liburan saya selama 10 hari, kemudian tiba di Jakarta keesokan paginya.

Thursday 18 June 2015

Bromo Tengger Semeru (1)

Dengan menaiki bus malam seharga Rp175.000, berangkatlah saya menuju tujuan saya berikutnya di Jawa Timur. Yap, Gunung Bromo di Kawasan TN Bromo Tengger Semeru merupakan daya tarik yang sungguh menawan. Berkali-kali saya hanya mampu melihat dan mendengar tentang kawasan ini, pada kali ini saya akan menuju ke sana dan menyaksikan langsung momen paling ditunggu umat manusia yang berkunjung ke sana : Melihat Matahari Terbit.

TN BTS di Siang Hari dari Cemoro Lawang


Pukul 08.00, saya sampai di kota Probolinggo. Itupun, saya tidak diturunkan di terminal Probolinggo tapi hanya di persimpangan menuju terminal. Jaraknya sekitar 500 meter, berjalan kaki dalam 10 menit. Tapi kalau malas, silakan naik angkot yang menuju ke terminal. Di perjalanan ke terminal, saya singgah ke Indomaret untuk beli air dan mie instan (yang pastinya untuk menghemat... :D ). Tak jauh dari terminal, akan kelihatan bus minivan L300 yang parkir di sisi selatan dari gerbang terminal, di pinggir jalan. Itulah Bison, kendaraan umum satu-satunya menuju ke Cemoro Lawang, titik terdekat menuju Bromo.

Lama menunggu, setelah 5 jam (benar, 5 JAM ! ) akhirnya kami berangkat karena memang sistemnya menunggu penumpang penuh. Kebanyakan pelancong yang akan ke Bromo tiba siang di Probolinggo, jadi gak perlu buru-buru datang pagi karena takut gak dapat bison. Melewati tipikal jalan pegunungan yang berliku, 2 jam kemudian tibalah kita di Cemoro Lawang, persis di sisi kawasan BTS. Pemandangan ladang bawang, kentang dan sayuran diselingi hutan pinus merupakan hal yang indah yang dijumpai.

Sesampainya di Cemoro Lawang, dengan tiket bison Rp35.000 kami menyewa jeep untuk ke Bromo besok dengan harga Rp150.000 belum termasuk biaya masuk kawasan TN BTS. Belakangan, kami baru tahu kalau tiket masuk sebenarnya tidak ada diberikan tiket dan untungnya, teman satu jeep ternyata bayar mahal sampai ke Bukit Teletubbies. Jadi, saya dengan harga segitu (mestinya full paket dibayar Rp325.000) bisa ke semua tempat, hahaha....

Setelah menentukan pilihan penginapan di Yogi Guesthouse, saya langsung tidur buat istirahat. Menjelang maghrib, saya baru terbangun dan saat itu kabut sudah mulai turun. Suhu pun sudah mulai dingin sekitar 15-20 derajat Celcius. Makin malam, makin dingin dan saya yang tidak tahan dingin segera pakai jaket. Saya cuek aja dibilangin turis bule kalau suhu begini biasa buat mereka. Ya, terserah elo deh ! Bahkan teman turis di guesthouse yang sudah separuh baya menyindir kami yang masih muda karena ambil jeep ke atas, sedangkan dia maunya hiking pakai kaki ke atas, entah karena memang petualang sejati atau menghindari tiket Tn BTS yang Rp200.000 buat wisatawan asing. Kita sih bodo amat, saya juga bukan pendaki gunung kok...


Tuesday 2 June 2015

Bali , Wisata dan Motor

Sesampainya kami di Bali dari Lombok, beruntunglah kami menginap di Hotel Kartika Plaza selama 2 malam. Saya tak tahu berapa bintang hotel ini, tapi luar biasa bagus untuk ukuran backpacker, he he he...
Kebetulan ada kenalan om yang menawarkan untuk menginap di tempat ini, dan sayang untuk ditolak oleh kami. Hotel ini sendiri berbatasan langsung dengan Pantai Kuta dan Selat Bali, tinggal jalan sedikit saja dari belakang hotel ke Pantai Kuta.

Patung Wisnu di GWK


Besoknya, hal yang pertama kita lakukan adalah rental motor. Ada banyak sekali rental motor di kawasan Kuta, Legian dan sekitarnya. Tarifnya Rp50.000 untuk 24 jam, pakai jaminan KTP. Ini adalah cara yang paling murah buat keliling Bali, sekaligus cara paling cepat menghitamkan kulit tanpa berjemur di pantai :D kebanyakan motor yang disewakan sih matic dengan kondisi bagus, walaupun selalunya bermasalah dengan rem yang agak blong.

Dari 3 tempat yang kita kunjungi, GWK, Danau Beratan dan Tanah Lot, semuanya memang luar biasa bagus terutama di Danau Beratan dan Tanah Lot. Waktu perjalanan naik motor ke Danau Beratan kurang lebih 3 jam plus tanya-tanya orang dan isi bensin. Kalau ke Tanah Lot, lebih kurang 2 jam itupun berhenti karena hujan mengguyur di tengah jalan, untungnya saya bawa jas hujan traveling sekali pakai. Tipikal jalan di Bali adalah sempit dengan banyak belokan, kecuali yang ke arah Danau Beratan yang luruuuss aja dengan pemandangan sawah di kiri kanan dan warung babi guling sepanjang jalan bergantian.

Tips untuk yang sewa motor, pastikan Anda punya SIM dan STNK ada di motor, walaupun polisi jarang sekali kelihatan dan menilang. Pastikan bensin penuh dan cek selalu rem. Rem ini yang suka agak blong. Pastikan helm juga dipasang, jangan ragu bertanya kalau dirasa salah jalan. Hati-hati dengan bule yang bawa motor, apalagi yang bawa papan surfing. Bule di sini biasanya suka kurang taat peraturan dengan lalu lintas Bali yang saya kagumi, taat peraturan. Tidak ada kenderaan yang melewati garis batas di persimpangan baik di Denpasar maupun di pelosok Bali, semuanya sabar menunggu lampu hijau yang menyala. Satu-satunya pertanda kalau saya masih di Indonesia adalah klakson masih sering terdengar.

Jika Anda sudah siap mental dan fisik, dengan kondisi keuangan terbatas, silakan pilih naik motor buat mengunjungi tempat wisata di Bali...:)

Sunday 10 May 2015

Gili Trawangan dan Pantai

Siapa yang tak kenal dengan Gili Trawangan, satu dari tiga Gili yang ada di barat Lombok yang super indah pantainya. Walaupun tempatnya sudah dieksploitasi habis-habisan untuk tempat wisata turis asing, lautnya yang indah dan berwarna biru tak mudah dilupakan.

Pantai di Gili Trawangan


Pertama kali, niat ke pulau ini adalah naik public boat buat menghemat. Tapi, ternyata Pelabuhan Bangsal yang jadi tempat berangkat kapal ternyata lumayan jauh dari area Senggigi. Setelah naik motor 30 menit, kita mulai bosan untuk mencari pelabuhan ini. Jalan ke arah Pelabuhan ini sama halnya seperti naik gunung, naik turun dengan belokan yang tajam. Karena, memang jalan dibuat di pinggir tebing yang langsung berhadapan ke Selat Lombok. Setidaknya, aspal di sepanjang jalan mulus dan pemandangannya yang bagus membuat perjalanan tidak bosan. Kekurangannya, tidak ada lampu jalan sepanjang jalan ini, makanya sebaiknya pulang sebelum hari gelap.

Tiba di salah satu pelabuhan yang-tidak-diketahui-namanya, ada banyak kapal yang ternyata disewakan untuk ke Gili. Pertama kali, pemilik kapal minta Rp700.000 untuk perjalanan pulang pergi ke Gili, dengan waktu bebas. Setelah tawar menawar, akhirnya disepakati harga sewa kapal Rp550.000. Kapal yang dipakia juga kapal nelayan yang dimodifikasi jadi kapal penumpang yang bisa muat sampai 20 orang. Tips lain, semakin banyak orang yang ikut semakin murah biaya per orang.

Perjalanan ke pulau memakan waktu setengah jam, dengan ombak sedang. Sampai di pulau, kita langsung cari tempat makan karena sudah siang. Tak dipungkiri, tempat ini ramai turis asing, harga yang dipakai pun lebih mahal dibanding Pulau Lombok. ATM hanya tersedia untuk beberapa bank saja. Makan di warung di pinggir pantai sambil melihat laut yang bergradasi biru muda sampai biru langit, memang luar biasa !

Banyak orang yang ambil paket alat snorkling, saya sendiri sedang tidak ingin snorkling karena luka akibat jatuh ke Pantai Pink masih belum sembuh. Saya hanya di pinggir pantai sambil berjalan di pinggir pantai dan membiarkan ombak menderu di kaki saya (cieee....). Untuk berkeliling pulau, boleh menggunakan cidomo, sepeda atau pakai kaki sendiri kalau kuat.

Sore hari, pulang kembali ke Lombok, baru saya lihat kalau wilayah TN. Gunung Rinjani kelihatan jelas dari laut. Dengan pemandangan Pulau Bali dan Gili di Barat, Gunung di timur dan dibuai ombak laut, sungguh perasaan yang indah, menikmati lukisan Tuhan di alam Lombok.

Tuesday 5 May 2015

Delapan Jam Terkatung - katung di Selat Lombok

Dalam perjalanan liburan yang kemarin, salah satu rute yang diambil adalah Lombok-Bali dengan naik ferry. Alasan utamanya adalah menghemat duit, tapi yang terjadi justru kita malah rugi secara waktu dan tenaga. Semuanya berjalan mulus saat kita meninggalkan hotel di kawasan Senggigi dan menuju Pelabuhan Lembar, Lombok.

Buritan Ferry Lembar - Padang Bai


Sampai di pelabuhan, hal yang buruk sudah terjadi, para calo langsung mengerubungi kita yang mau ke kapal. Pada akhirnya, kita ditawari tiket bus sampai ke Terminal Ubung, termasuk tiket ferry semuanya Rp175.000. Mahal ? Mungkin... sebab waktu itu saya sendiri pusing mendengar celotehan mereka dan tidak berpikir dengan tenang.

Setelah bayar , naik ke kapal, pertama kali kita duduk  di dek utama selama 1 jam. Bosan karena pemandangan yang tertutup, kita naik ke geladak atas setelah hujan reda. Ombak yang mula-mula tenang saat di Pelabuhan Lembar ternyata berubah jadi ganas di tengah Selat Lombok. Ferry oleng ke kiri dan kanan dengan kuat, kalau orang yang tipe suka mabuk kendaraan, dipastikan sudah muntah. Bersiaplah dengan obat anti muntah.

Di kapal juga tidak banyak aktivitas yang dilakukan, keliling geladak atas bawah depan belakang, foto-foto, main , tidur, makan dan akhirnya cerita dengan turis asal Jerman , ibu dan anak soal banyak hal. Menurut info, kapal ferry seharusnya memakan waktu 4-5 jam sampai di Pelabuhan Padang Bai, tapi kenyataannya sampai 8 jam! Kita berangkat pukul 13.00 WITA, dan para penumpang mulai riuh saat sudah pukul 19.00 WITA, kapal belum juga sandar di pelabuhan. Ada turis yang putus asa bertanya-tanya terus-terusan sama kru kapal karena dia mau naik pesawat jam 21.00. Dengar-dengar, ternyata dermaga di Pelabuhan Padang Bai cuma ada dua, dan sialnya satu dermaga sedang dalam perbaikan...bandingkan dengan dermaga di Pelabuhan Lembar yang ada 5 dermaga.

Akhirnya, kapal berlabuh juga pada pukul 21.00 WITA, dan semua penumpang masuk ke bis. Celakanya, tiket calo tadi kasih nomor tempat duduk asal, sehingga akhirnya terjadi sedikit selisih paham. Untungnya, kita cuma sampai Terminal Ubung sehingga tidak terlalu menggangu penumpang lain yang ke Surabaya. Menurut Bapak yang duduk di sebelah saya, lain kali ambil bis yang dari Mataram lebih baik daripada naik di Pelabuhan Lembar. Go Show untuk naik bis kemudian di Pelabuhan Padang Bai juga tidak direkomendasikan apalagi kalau malam. Tidak diketahui bagaimana nasib si bule yang mengejar pesawat jam 21.00, sampai di Terminal Ubung kita ambil taksi Rp150.000 ke daerah Kuta. Sampai di Kuta, check in hotel, masuk kamar dan tidurrr....Mimpi buruk itu usai sudah.

Thursday 23 April 2015

Pantai Pink - Tanjung Ringgit, Lombok

Sebelumnya, saya selalunya tahu kalau ada Pantai berpasir berwarna merah jambu adanya di Pulau Komodo. Namun, setelah banyak membaca (ceh...murid teladan) dan melayari informasi di internet maka ada juga ternyata pantai berpasir merah jambu di Lombok. Menurut informasi , Pantai Pink ini ada di kawasan Tanjung Ringgit, di ujung timur semenanjung Pulau Lombok bagian selatan.



Berhubung lokasi penginapan ada di daerah Senggigi, di kawasan barat Lombok, maka perjalanan ini adalah perjalanan ujung ke ujung dari Pulau Lombok! Lama perjalanan 3-4 jam, tergantung kelihaian dan pengetahuan lokasi. Kalau sudah paham lokasinya, bisa jadi perjalanan lebih singkat, soalnya saya sampai 3-4 jam ditambah berhenti untuk tanya-tanya dan juga beli makanan.

Jalan sepanjang Senggigi sampai pertigaan menjelang ke arah pantai mulus sekali tanpa lubang, saya takjub! Karena jalannya lurus, bawaan di atas motor rasanya ngantuk selalu, apalagi kalau di boncengan. Siksaan baru dimulai setelah pertigaan menjelang pantai, jalannya rusak parah dengan jalan berbatu-pasir-kerikil dan akar pohon semuanya melintang di atas jalan. Bahkan saya sendiri sampai jatuh dari motor tepat di saat akan masuk ke area pantai, jatuh terjerembab ke atas jalan sampai tangan saya luka sedang. Tapi, dalam keadaan berdarah-darah begitu pun perjalanan harus tetap dilanjutkan!

Sampai kemudian di pantai, kata yang pertama kali diucapkan adalah : WoW ! Gak nyangka ada pantai yang pasirnya benar-benar berwarna merah jambu. Kalau pantai pasir putih atau hitam sudah mainstream, yang ini benar-benar menakjubkan. Dengan kondisi pantai yang relatif sepi dari turis, pantai ini tergolong cocok buat yang suka sesuatu yang beda.

Warna airnya pun selayaknya seperti pantai lain di Lombok . Gradasi warna air laut mulai dari tepi pantai sampai ke tengah , mulai dari biru, turqoise sampai biru tua berpadu padan dengan hijau nya pohon di bukit dekat pantai dan pantai berpasir merah jambu. Nilai negatif nya hanya banyaknya sampah daun kering di kawasan pantai dan anjing bebas berkeliaran.

Bagi yang suka tantangan, silakan coba naik motor kemari, tetap hati-hati karena jalannya rusak. Silakan coba minum air kelapa di tepi pantai sambil menikmati pemandangan, dijamin menenangkan! Jadi pengen ke pantai Pink yang di Pulau Komodo deh...

Saturday 18 April 2015

Mana Kursinya ?

Pukul 18.45 WITA , 24 Maret 2015 , dengan selamat sentosa akhirnya saya berhasil mendarat di Bandar Udara Selaparang, Lombok atau dikenal juga dengan disingkat juga BIL (Bandara Internasional Lombok). Setelah perjalanan panjang dari KNO Medan jam 8.00 WIB ke KLIA 2 , berangkat lagi dari KLIA 2 jam 15.30 waktu Malaysia ke Lombok (kebayang kan, ribetnya ? ). Alasan mengapa saya ambil transit di KUL, bisa dilihat di entry di sini .

Plakat Peresmian


Hal yang pertama yang saya lihat dan kagumi adalah pemandangan matahari terbenam dari landasan pacu bandara, yang kebetulan kami mendarat sesaat setelah matahari terbenam. Perasaan yang syahdu begitu langsung hilang begitu sampai di bandara dan saya berniat untuk shalat maghrib. Boleh dikata, bandara yang diresmikan oleh Mantan Presiden SBY tahun 2011 ini sudah kelihatan kumuh dan lengang. Toilet dan mushalla yang ada jauh dari kata memadai, bahkan pintu toilet ada yang rusak.

Ini jelas di luar ekspektasi dan dugaan saya sewaktu melihat fisik bangunan bandara dari luar. Saya kemudian memaklumi hal tersebut, dan kemudian setelah selesai shalat saya kembali dikejutkan hal lain. Tidak ada kursi buat penumpang di aula utama, kursi hanya ada di ruang tunggu untuk naik ke pesawat! Ohh...Tuhan, mana saya masih harus menunggu sampai jam 23 karena saudara yang dari Jakarta baru tiba jam segitu. Tidak ada jalan lain, saya cari tempat mana yang bisa dibuat untuk duduk.

Saya pun berpindah-pindah : duduk di depan plakat peresmian, berdiri muter-muter , duduk lagi di dekat plakat dan akhirnya saya ambil keputusan untuk duduk di restoran cepat saji, yang mau tak mau harus keluar uang untuk makan :( . Untuk sesaat saya bisa aman dari gangguan calo taksi yang banyak dan masuk sampai ke dalam bandara (ini juga disayangkan) sembari menunggu yang dari Jakarta datang. Namun, restoran tutup jam 22... jadinya saya bela-belain duduk sambil nonton TV (untung ada TV) sampai tepat jam 22, walaupun gak diusir, he he he...

Setelah itu, kembali saya bingung menunggu dimana. Pada akhirnya duduklah saya di besi-besi yang ada di depan restoran, pasangan bule yang kelihatannya kere saya lihat tidur di ruang ATM (ckck...miskin amat nih bule...) dan pengunjung lainnya tak tahu keberadaannya setelah restoran tutup. Untuk menghabiskan waktu saya telepon teman saya sampai pukul 23.

Nah...saya cari tahu mengapa tidak ada kursi di aula utama dan hanya ada di ruang tunggu, ternyata konon katanya (untung bukan "Pada zaman dahulu...." ) kursi tersedia di aula, namun justru dijadikan tempat calo buat duduk-duduk. Benar atau tidaknya, wallahu'alam, tapi kalau benar, harusnya calonya yang ditertibkan, masa' iya kursinya yang ditiadakan ? Demi meningkatkan kunjungan wisata, sebaiknya pihak bandara memerhatikan hal ini juga. Apa kata orang nanti, bandara baru 5 tahun berdiri tapi perawatannya alakadarnya kayak terminal bis...?

Monday 2 March 2015

KNO - KUL - LOP - DPS - SBY -CGK -KUL - KNO

Judul kali ini saya buat sesuai jadwal liburan yang akan dimulai secara resmi 24 Maret 2015 - 9 April 2015. Rencana ini berubah di menit terakhir karena suatu dan lain hal, saya harus batalkan trip overland Nusa Tenggara...:( Kemudian, diantara rute di judul di atas sebenarnya ada tujuan lain yang berada diantaranya.

Tiket sudah dipesan 95% (sisa 5% yang belum dipesan adalah tiket kereta api SBY - Pasar Senen) , persiapan juga sudah cukup siap. Trip 1 adalah bagian dari trip keluarga di Lombok dan Denpasar, Trip bagian 2 adalah trip pribadi ke Bromo dan berkunjung ke rumah saudara di Jakarta. Jadwal sudah disusun secermat mungkin, dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Perjalanan akan dimulai dari Medan pagi hari dan berakhir di Medan malam hari. Waktu transit di KUL akan digunakan untuk jalan-jalan dan keliling, soalnya dulu nggak sempat karena hampir ditinggal pesawat. Dan juga untuk kedua kalinya saya akan naik ferry setelah naik ferry pertama kali ke Penang, ferry Gilimanuk - Ketapang jelas lebih lama.

Wait for me , Bromo ! (source : Wikipedia)


Hal-hal yang perlu diwaspadai, adalah jelas jadwal transportasi yang molor, kejahatan (na'udzubillah min dzalik...) dan tentu saja hal lain di luar dugaan. Nah, setelah semuanya direncanakan kembali ke jurus pamungkas terakhir : tawakal kepada Allah. Ingat, Tuhan selalu bersama traveler!

Tunggu untuk catatan perjalanan berikutnya...;)

Thursday 26 February 2015

Tiket Promo vs Peraturan Menteri

Setelah lama tidak menulis hal yang baru di blog ini, akhirnya ada mood juga buat nulis (eh, ketik...) di blog. Hampir setahun saya gak menulis apapun, soalnya liburan tahun lalu cuma ke tempat yang dekat-dekat aja dan dengan keluarga.

Nah...kali ini sebenarnya saya mau memberikan sumbangsih pemikiran saya (ce ileh...) terhadap isu terkini di jagad per-liburan se Indonesia. Beberapa waktu lalu Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menerapkan tarif batas bawah penumpang pesawat dan aturan penyatuan Airport Tax ke dalam tiket sejak 1 Maret 2015. Saya sambut baik aturan kedua, tapi saya tentang keras aturan pertama.

Tiket Promo ? (source : shutterstock)


Banyak yang menduga, aturan tarif baru ini berkaitan dengan jatuhnya pesawat QZ 8501 yang lalu, walaupun Menteri sendiri menyanggah. Tapi aroma itu tercium kuat karena aturan keluar tak berapa lama setelah insiden tersebut. Sebagai traveller budget tipis yang berharap dari tiket promo, makin punahlah harapan saya pergi kemana-mana dengan murah. Dari pengamatan saya, harga tiket naik 10-20% semenjak peraturan ini terutama rute domestik.

Rute domestik? Yap...rute domestik yang saya lihat mengalami kenaikan, sementara untuk rute luar negeri ternyata tidak banyak pengaruh. Saya sempat membandingkan rute KNO-CGK-DPS dengan rute KNO-KUL-DPS yang hasilnya rute transit via CGK menghabiskan dana Rp1,4 juta sekali jalan sementara rute yang dari KUL hanya menghabiskan Rp900 ribu saja! Atas hal ini pula, perjalanan liburan saya ke Lombok - Bali Maret 2015 saya ambil melalui KUL. Untuk hal ini, lupakan slogan nasionalisme.

Yang saya khawatirkan adalah, kecenderungan untuk liburan ke luar negeri semakin meningkat karena hal ini. Di periode low season April-Juni saja, saya lihat tiket ke CGK-DPS Rp600-800 ribu dibanding rute CGK-SIN atau CGK-KUL yang bisa serendah Rp200-400 ribu. Jangan salahkan juga orang yang mau pergi lewat transit di luar negeri (seperti saya) karena memang lebih murah. Jadi, bagi yang mau transit ke propinsi lain melalui negara lain karena lebih murah, segera sediakan paspor Anda.

(Tulisan kali ini agak serius ya...abisnya jengkel banget karena tiket jadi mahal :( ....)