among us

Monday 28 January 2013

Admirable Jakarta

Hari 1

Kadar Kekaguman : 100% pol (kalo bisa luber, luber deh...)

Sebagai orang yang baru pertama kali lihat Jakarta, dan baru pertama kali tiba di Jakarta, pada tahun 2008 tersebut adalah momen yang bahagia, lebih bahagia daripada momen pembagian rapor tiap semester. Jakarta yang selama ini cuma diliat di TV, sekarang ada di pandangan mata langsung! Kepergian ini atas dasar pendidikan, saudara-saudara! Saya akan kuliah di Bekasi saat itu. Saat mendarat pertama di CGK alias bandara Cengkareng alias bandara Internasional Soekarno-Hatta alias bandara Soetta (ya elah...banyak amat aliasnya..-_-" ) langsung deh...terpukau! Maklum, bandara Polonia Medan kan, ya...begitu lah...(speechless mendeskripsikannya...) dibanding bandara Soetta yang mewah ( yang kemudian, predikat bandara terkeren ini gugur setelah mengunjungi Bandara Sultan Hasanuddin di UPG ) membuat saya pangling. Luas kali ! (ekspresi Medannya keluar...) dan keren dah, pokoknya...

Patung Pancoran, salah satu patung yang bikin saya kagum sama Jakarta.
Setelah ditunggu tante yang memang nungguin dari jam 16, dan pesawat kami delayed dari jam 14.00 ke jam 15.45 (terima kasih, AirAsia...#jedotinkepala ) akhirnya pesawat tiba dengan selamat jam 17.45 dan dengan bangganya kru pesawat AirAsia menyatakan perjalanan kami lebih cepat 10 menit dari jadwal perjalanan yang 2 jam 10 menit (....gue harus bilang horeee!! gitu?...please deh, kita udah nungguin sampe laper tadi...). Keluar dari pesawat, liat koordinat bandara yang gede dipasang di bandara, jalan ke bandara, ambil bagasi dan ketemu tante yang tadi nungguin. Kemudian : stop bus Damri (lagi-lagi masih euforia, kagum liat bus yang bersih begitu...soalnya di Medan kan...busnya gitu deh...).

Persis udik, walaupun bertahun-tahun tinggal di kota Medan METROPOLITAN, tetap aja ngeliat kendaraan yang naik turun flyover, gedung-gedung tinggi pencakar langit (untung gak robek langitnya...nge-cat langit kan susah...), macetnya Jakarta (yang kemudian hari jadi santapan jiwa sehari-hari) adalah pemandangan yang langka, saat itu. Walaupun, saya tinggal di Bekasi.

Hari 10

Kadar Kekaguman : 90 % (udah berkurang, soalnya liat macet yang semerawut)


Sebagai petualang, naluri observasi muncul di hari-hari pertama saya. Ini penting, soalnya kalau saya nggak tau jalan, bisa-bisa kesasar ntah kemana-mana dan dibohongin orang, atau paling parah diculik, disiksa, dibunuh, dimutilasi! ( horor amat khayalannya...-_- ). Yang jelas, saya mulai sengaja naik angkot, sampai mentok di ujungnya dan kesasar hanya supaya tau jalan. Saya bela-belain pasang mata buat liat pemandangan sekeliling, biar tau penanda tertentu dari jalan, entah gedung, entah rambu lalu lintas dan berusaha untuk tidak ketiduran di angkot (soalnya, biasanya kalau naik angkot lebih dari 30 menit suka ngantuk..hehe..). Dari sini saya belajar satu hal perbandingan : kalau di Medan, rute PP angkot melewati jalan dan rute yang sama, di Bekasi (dan Jakarta) hal itu belum tentu. Jadi, jurus yang paling aman adalah : walaupun tujuan kita udah jelas-jelas ditempel di stiker rute kaca depan angkot, tetap tanya supir/kondektur nya.

Hari 100

Kadar Kekaguman : 75% (terkikis karena bosen dan lama di jalan, dan lain-lain hal)


Di 100 hari pertama ini (kayak Gubernur aja...) beberapa tempat wisata di Jakarta sudah saya kunjungi. Ke TMII dan Lubang Buaya, karena kebetulan ada tante yang tinggal dekat situ. Rasa kagok dan takut naik turun bus masih ada, tapi sudah jauh berkurang. Mulai berani eksplorasi tempat-tempat "khas" Jakarta. Well, akhirnya keluarlah postulat dan hukum Safwan I soal Jakarta : Jakarta cocok untuk tempat hiburan, tapi nggak cocok untuk tempat tinggal (tanpa bermaksud menyinggung warga Jakarte, pis, ane damai kok bang...)

Hari 500

Kadar Kekaguman : 40% (udah nge-drop parah...tinggal kagum karena ada Istana aja)


Yups, karena ada Istana aja. Kebetulan, waktu itu ada teman yang ngajak buat ikut tur masuk ke Istana karena katanya setiap hari Sabtu dan Minggu, Istana dibuka untuk umum. Kunjungan pertama gagal, soalnya kita nggak tau kalau mesti pakai kemeja dan celana kain (dan kita pakai kaos/T-shirt dan jeans) dan dilarang masuk. Dengan berat hati, akhirnya kami pergi makan siang di penjaja ketoprak pinggir jalan di seberang Istana (ckck...apa-apaan ini ya...nggak nyambung..-_-' ) sembari menyusun rencana lagi untuk masuk Istana.  Dua minggu kemudian, akhirnya kami berhasil lolos dan membobol (kayak maling...) masuk ke Istana.

Tiap orang dikelompokkan menjadi grup-grup tertentu, dimulai dari pemaparan dan penjelasan sejarah Istana Merdeka dan Istana Negara yang bikin ngantuk, keliling istana Merdeka (padahal udah dibilang jangan injak karpet, eh...kita malah sengaja injak karpet "kenegaraan"....jangan ditiru ya...), liat patung-patung telanjang ( I mean it...bener telanjang! ) dan foto-foto di depan Istana Merdeka.

Hari 1000

Kadar Kekaguman : 20% (udah liat semua wajah Jakarta, jadi udah biasa aja)

Hampir menjelang berakhirnya studi saya di Bekasi, kekaguman terhadap Jakarta udah surut. Tinggal kagum karena Jakarta ibukota negara aja. Nggak lebih. Semua udah saya rasakan : macet, kawasan kumuh, kawasan red light, kawasan agamis, banjir, desak-desakan di bus, nungguin TransJ sampe kaki gempor di halte Harmoni (2 jam coy! nungguin bis...), ke tempat wisata, nyebrangin Ciliwung naik getek, ke JCC tiap pameran buat nyari suvenir gratis, makan di tempat yang enak sampai yang nggak enak (dan mahal pula...), jalan kaki malam-malam kayak gelandangan karena salah naik bis, naik KRL (belum ada Commuter Line) dengan segala isi gerbong kereta yang unik, ke Bantargebang (lah...), dan lain-lain, dan sebagainya, dan seterusnya. 

Bagaimanapun, tetap tiap kota yang ada adalah unik. Jakarta juga sih, unik banget-banget malah. Nah, buat yang pengen banget ke Jakarta dan tinggal di Jakarta siapkan uang, mental dan kesabaran Anda. Ingat hukum Safwan I : Jakarta cocok untuk tempat hiburan, tapi nggak cocok untuk tempat tinggal.

Wassalam...

1 comment:

  1. Bagitulah jakarta....hehee
    #pengalaman yg hebat....jadikanlah pengalaman hidup sebagai pelajaran hidup yg berharga.... :-)

    ReplyDelete