among us

Thursday 23 April 2015

Pantai Pink - Tanjung Ringgit, Lombok

Sebelumnya, saya selalunya tahu kalau ada Pantai berpasir berwarna merah jambu adanya di Pulau Komodo. Namun, setelah banyak membaca (ceh...murid teladan) dan melayari informasi di internet maka ada juga ternyata pantai berpasir merah jambu di Lombok. Menurut informasi , Pantai Pink ini ada di kawasan Tanjung Ringgit, di ujung timur semenanjung Pulau Lombok bagian selatan.



Berhubung lokasi penginapan ada di daerah Senggigi, di kawasan barat Lombok, maka perjalanan ini adalah perjalanan ujung ke ujung dari Pulau Lombok! Lama perjalanan 3-4 jam, tergantung kelihaian dan pengetahuan lokasi. Kalau sudah paham lokasinya, bisa jadi perjalanan lebih singkat, soalnya saya sampai 3-4 jam ditambah berhenti untuk tanya-tanya dan juga beli makanan.

Jalan sepanjang Senggigi sampai pertigaan menjelang ke arah pantai mulus sekali tanpa lubang, saya takjub! Karena jalannya lurus, bawaan di atas motor rasanya ngantuk selalu, apalagi kalau di boncengan. Siksaan baru dimulai setelah pertigaan menjelang pantai, jalannya rusak parah dengan jalan berbatu-pasir-kerikil dan akar pohon semuanya melintang di atas jalan. Bahkan saya sendiri sampai jatuh dari motor tepat di saat akan masuk ke area pantai, jatuh terjerembab ke atas jalan sampai tangan saya luka sedang. Tapi, dalam keadaan berdarah-darah begitu pun perjalanan harus tetap dilanjutkan!

Sampai kemudian di pantai, kata yang pertama kali diucapkan adalah : WoW ! Gak nyangka ada pantai yang pasirnya benar-benar berwarna merah jambu. Kalau pantai pasir putih atau hitam sudah mainstream, yang ini benar-benar menakjubkan. Dengan kondisi pantai yang relatif sepi dari turis, pantai ini tergolong cocok buat yang suka sesuatu yang beda.

Warna airnya pun selayaknya seperti pantai lain di Lombok . Gradasi warna air laut mulai dari tepi pantai sampai ke tengah , mulai dari biru, turqoise sampai biru tua berpadu padan dengan hijau nya pohon di bukit dekat pantai dan pantai berpasir merah jambu. Nilai negatif nya hanya banyaknya sampah daun kering di kawasan pantai dan anjing bebas berkeliaran.

Bagi yang suka tantangan, silakan coba naik motor kemari, tetap hati-hati karena jalannya rusak. Silakan coba minum air kelapa di tepi pantai sambil menikmati pemandangan, dijamin menenangkan! Jadi pengen ke pantai Pink yang di Pulau Komodo deh...

Saturday 18 April 2015

Mana Kursinya ?

Pukul 18.45 WITA , 24 Maret 2015 , dengan selamat sentosa akhirnya saya berhasil mendarat di Bandar Udara Selaparang, Lombok atau dikenal juga dengan disingkat juga BIL (Bandara Internasional Lombok). Setelah perjalanan panjang dari KNO Medan jam 8.00 WIB ke KLIA 2 , berangkat lagi dari KLIA 2 jam 15.30 waktu Malaysia ke Lombok (kebayang kan, ribetnya ? ). Alasan mengapa saya ambil transit di KUL, bisa dilihat di entry di sini .

Plakat Peresmian


Hal yang pertama yang saya lihat dan kagumi adalah pemandangan matahari terbenam dari landasan pacu bandara, yang kebetulan kami mendarat sesaat setelah matahari terbenam. Perasaan yang syahdu begitu langsung hilang begitu sampai di bandara dan saya berniat untuk shalat maghrib. Boleh dikata, bandara yang diresmikan oleh Mantan Presiden SBY tahun 2011 ini sudah kelihatan kumuh dan lengang. Toilet dan mushalla yang ada jauh dari kata memadai, bahkan pintu toilet ada yang rusak.

Ini jelas di luar ekspektasi dan dugaan saya sewaktu melihat fisik bangunan bandara dari luar. Saya kemudian memaklumi hal tersebut, dan kemudian setelah selesai shalat saya kembali dikejutkan hal lain. Tidak ada kursi buat penumpang di aula utama, kursi hanya ada di ruang tunggu untuk naik ke pesawat! Ohh...Tuhan, mana saya masih harus menunggu sampai jam 23 karena saudara yang dari Jakarta baru tiba jam segitu. Tidak ada jalan lain, saya cari tempat mana yang bisa dibuat untuk duduk.

Saya pun berpindah-pindah : duduk di depan plakat peresmian, berdiri muter-muter , duduk lagi di dekat plakat dan akhirnya saya ambil keputusan untuk duduk di restoran cepat saji, yang mau tak mau harus keluar uang untuk makan :( . Untuk sesaat saya bisa aman dari gangguan calo taksi yang banyak dan masuk sampai ke dalam bandara (ini juga disayangkan) sembari menunggu yang dari Jakarta datang. Namun, restoran tutup jam 22... jadinya saya bela-belain duduk sambil nonton TV (untung ada TV) sampai tepat jam 22, walaupun gak diusir, he he he...

Setelah itu, kembali saya bingung menunggu dimana. Pada akhirnya duduklah saya di besi-besi yang ada di depan restoran, pasangan bule yang kelihatannya kere saya lihat tidur di ruang ATM (ckck...miskin amat nih bule...) dan pengunjung lainnya tak tahu keberadaannya setelah restoran tutup. Untuk menghabiskan waktu saya telepon teman saya sampai pukul 23.

Nah...saya cari tahu mengapa tidak ada kursi di aula utama dan hanya ada di ruang tunggu, ternyata konon katanya (untung bukan "Pada zaman dahulu...." ) kursi tersedia di aula, namun justru dijadikan tempat calo buat duduk-duduk. Benar atau tidaknya, wallahu'alam, tapi kalau benar, harusnya calonya yang ditertibkan, masa' iya kursinya yang ditiadakan ? Demi meningkatkan kunjungan wisata, sebaiknya pihak bandara memerhatikan hal ini juga. Apa kata orang nanti, bandara baru 5 tahun berdiri tapi perawatannya alakadarnya kayak terminal bis...?